"Rabiah adalah salah satu tokoh sufi wanita pada zamannya,beliau
dilahirkan di kota Basrah tahun 95 hijriyah,dan putri ke 4 dari seorang
lelaki bernama,Ismail Adawiyah.Beliau hidup dalam kemiskinan dan
lingkungan yang serba kurang bahkan ketika Rabiah lahir lampu untuk
menerangi saat kelahirannyapun tidak ada. Rabiah yang lahir dalam
keadaan miskin tapi kaya akan iman dan peribadatan kepada Allah. Ayahnya
hanya seorang yang bekerja mengangkut penumpang menyeberangi Sungai
Dijlah dengan menggunakan sampan. Pada akhir kurun pertama Hijrah,
keadaan hidup masyarakat Islam dalam pemerintahan Bani Umaiyah yang
sebelumnya terkenal dengan ketaqwaan mulai berubah. Pergaulan semakin
bebas dan orang ramai berlomba-lomba mencari kekayaan. Sebab itu
kejahatan dan maksiat tersebar luas.
Pekerjaan menyanyi, menari dan
berhibur semakin diagung-agungkan. Maka ketajaman iman mulai tumpul dan
zaman hidup wara’ serta zuhud hampir lenyap sama sekali. Namun begitu,
Allah telah memelihara sebahagian kaum Muslimin agar tidak terjerumus ke
dalam fitnah tersebut. Pada masa itulah muncul satu gerakan baru yang
dinamakan Tasawuf Islami yang dipimpin oleh Hasan al-Bashri. Pengikutnya
terdiri daripada lelaki dan wanita. Mereka menghabiskan waktu dan
tenaga untuk mendidik jiwa dan rohani mengatasi segala tuntutan hawa
nafu demi mendekatkan diri kepada Allah sebagai hamba yang benar-benar
taat. Ayahanda Rabi’ah merupakan hamba yang sangat taat dan taqwa,hidup
jauh dari kemewahan dunia dan tidak pernah berhenti bersyukur kepada
Allah. Beliau mendidik anak perempuannya menjadi muslimah yang berjiwa
bersih. Pendidikan yang diberikannya bersumberkan al-Quran semata-mata.
Natijahnya Rabi’ah sendiri begitu gemar membaca dan menghayati isi
al-Quran sehigga berhasil menghafal kandungan al-Quran.
Sejak
kecil Rabi’ah sudah berjiwa halus, mempunyai keyakinan yang tinggi
serta keimanan yang mendalam. Memasuki masa kedewasaannya, kehidupannya
menjadi serba sempit,dan semakin sulit setelah beliau ditinggal ayah dan
ibunya,dipanggil Allah. Dan ujian2 lain yang menguji keteguhan
imannya,sampai dia sanggup,untuk menjadi hamba sahaya dari seorang
kaya raya pada zaman itu,dan ini terjadi karena penderitaan kemiskinan
yang dideritanya.Cobaan demi cobaan dilalui Rabiah dalam menjalani
hidupnya yang sarat akan penderitaan dan karena beliau pinter memainkan
alat musik,maka majikannya semakin menjadikannya sumber mencari uang
dengan keahlian yang dimiliki Rabiah. Dalam keadaan hidup yang keras
dan serba terkekang sebagai hamba sahaya,membuat Rabiah mendekatkan diri
kepada Allah,dan selalu menyempatkan waktunya yang luang untuk terus
bermohon kepada Allah,baik pagi maupun petang,malam dan siang. Amalannya
tidak hanya sebatas berdoa saja tapi sepanjang hari dan sepanjang ada
waktu dia senantiasa selalu berzikir dan berdoa,dan selalu melaksanakan
amalan2 sunat lainnya dan saat melakukan sholat sepanjangn sholat
airmatanya selalu membasahi sajadahnya,air mata kerinduan kepada Allah
sang Khaliq yang di rinduinya.Ada riwayat yang mengatakan beliau telah
terjebak dalam dunia maksiat. Namun dengan limpah hidayah Allah, dengan
dasar keimanan yang kuat dan belum padam di hatinya, dia dipermudahkan
oleh Allah untuk kembali bertaubat. Saat2 taubat inilah yang mungkin
dapat menyadarkan serta mendorong hati bagaimana merasai cara
berkomunikasi yang baik antara seorang hamba rabiah dengan sang Khaliq
Allah swt dan selayaknya seorang hamba bergantung harapan kepada belas
ihsan Rabbnya. Kecintaan Rabiah kepada Allah mengalahkan hidup dan
kecintaannya kepada dunia dan isinya,hari2 nya habis untuk berkomunikasi
dengan Allah betapa dia merasa dirinya adalah milik Allah hingga ada
beberapa pemuda ingin melamarnya di tolaknya dengan halus. Beliau
selalu berbicara dengan Allah seolah2 dekat sekali dengan Allah dengan
bahasa2 yang indah dah doa2 yang sangat menusuk hati dan kata pujian
seperti layaknya kerinduan seseorang kepada kekasih hatinya.Salah satu
kata2 Rabiah ketika ber munajat sambil air matanya mengalir.
Kekasihku
tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selain Dia di
dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripada
penglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernah
ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.” Ya Tuhanku! Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu supaya tiada suatupun yang dapat memalingkan aku daripada-Mu.” Rabiah banyak menolak lamaran yang datang kepada nya dengan
inilah alasannya: “Perkawinan itu memang perlu bagi siapa yang
mempunyai pilihan. Adapun aku tiada mempunyai pilihan untuk diriku. Aku
adalah milik Tuhanku dan di bawah perintah-Nya. Aku tidak mempunyai
apa-apa pun.” Rabi’ah seolah-olah tidak mengenali yang lain daripada
Allah. Oleh itu dia terus-menerus mencintai Allah semata- mata. Dia
tidak mempunyai tujuan lain kecuali untuk mencapai keridhaan Allah.
Rabi’ah telah mematikan akalnya, pemikirannya dan perasaannya hanya
kepada akhirat semata-mata. Selam 30 tahun selalu doa ini yang senantiasa di ulang2 ketiak dalam sholatnya “Ya Tuhanku! Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu supaya tiada suatupun yang dapat memalingkan aku daripada-Mu.” Antara syairnya yang masyhur berbunyi: “Kekasihku
tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selain Dia di
dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripada
penglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernah
ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.” Rabi’ah sangat luar biasa
di dalam mencintai Allah. Dia menjadikan kecintaan pada Ilahi itu
sebagai satu cara untuk membersihkan hati dan jiwa. Dia memulaikan
pemahamannya tentang sufinya dengan menanamkan rasa takut dari murka
Allah seperti yang pernah ungkapkannya dalam doa2nya “Wahai Tuhanku! Apakah Engkau akan membakar dengan api hati yang mencintai-Mu dan lisan yang menyebut- Mu dan hamba yang takut kepada-Mu?” Kecintaan
Rabi’ah kepada Allah bukan karena pengharapan untuk beroleh syurga
Allah semata-mata,tapi sudah menjadi kewajiban baginya “Jika aku
menyembah-Mu kerana takut daripada api neraka-Mu maka bakarlah aku di
dalamnya! Dan jika aku menyembah-Mu kerana mengharap syurgaMu maka
jauhkan aku dari syurgaMu ! Tetapi jika aku menyembah- Mu kerana
kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah
aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.” Begitulah
keadaan kehidupan Rabi’ah yang ditakdirkan Allah untuk diuji dengan
keimanan serta kecintaan kepada- Nya. Rabi’ah meninggal dunia pada 135
Hijrah yaitu ketika usianya menjangkau 80 tahun. Moga-moga Allah
meridhanya, amin. Untuk itu mari kita merenung adakah kita sadar akan
sebuah hakikat yang ada di sebut dalam surat al Imran ayat 142” Apakah
kamu mengira bahawa kamu akan masuk syurga padahal belum nyata bagi
Allah orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang yang sabar.”
Bagaimana
perasaan kita apabila orang yang kita kasihi menyinggung perasaan kita?
Adakah kita terus berkecil hati dan meletakkan kesalahan kepada orang
tesrbut? Tidakkah terpikir oleh kita untu merasakan dalam hati dan
berdoa“Ya Allah! Ampunilah aku. Sesungguhnya hanya Engkau yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya kasih-Mu yang abadi dan hanya hidup
di sisi-Mu saja yang kekal. Selamatkanlah aku dari tipu daya yang
mengasyikkan.” Sesungguhnya hendaklah kecintaan kepada Allah benar2
dapat kita tanamkan kepada diri kita bukan hanya sekedar sholat dan
puasa atau ibadah ritual lainnya tapi yakin kan diri semakin kita
mengenal Allah dengan dekat maka semakin ingin kita bertemu dan akan ada
kerinduan untuk bertemu sang Khaliq.
0 komentar